Jumat, 12 Agustus 2011

Jangan Sampai Susah Payah Beramal Tetapi Sia-Sia


Wahai saudariku janganlah melelahkan dirimu dahulu dengan banyak melakukan amal perbuatan, karena banyak sekali orang yang melakukan perbuatan, sedangkan amal tersebut sama sekali tidak memberikan apa-apa kecuali kelelahan di dunia dan dan siksa di akhirat. Oleh karena itu sebelum melangkah untuk melakukan amal perbuatan, kita harus mengetahui syarat diterimanya amal tersebut, dengan harapan amal kita bisa diterima di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam masalah ini ada tiga syarat penting lagi agung yang perlu diketahui oleh setiap hamba yang beramal, jika tidak demikian, maka amal terebut tidak akan diterima.


Pertama, Iman Kepada Allah dengan Men-tauhid-Nya

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّـلِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّـتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلاً

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.”(QS. Al- Kahfi:107)

Tempat masuknya orang-orang kafir adalah neraka jahannam, sedangkan surga firdaus bagi mereka orang-orang yang mukmin, namun ada 2 syarat seseorang bisa memasuki surga firdaus tersebut yaitu:

1. Iman
Aqidah Islam dasarnya adalah iman kepada Allah, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dasar-dasar ini telah ditunjukkan oleh kitabullah dan sunnah rasul-Nya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam sunnahnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman:

“Iman adalah engkau mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kemudian, dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk.” (HR Muslim)

2. Amal Shalih
Yaitu mencakup ikhlas karena Allah dan sesuai dengan yang diperintahkan dalam syariat Allah.

 …إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2) أَلَا 
لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agamya yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3)

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (All-Mulk : 2)

Al-Fudhail berkata: “Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar.” (Tafsir al-Baghawi, 8:176)

Kedua, Ikhlas karena Allah
Mungkin kita sudah bosan mendengar kata ini, seringkali kita dengar di ceramah-ceramah, namun kita tidak mengetahui makna dari ikhlas tersebut. Ikhlas adalah membersihkan segala kotoran dan sesembahan-sesembahan selain Allah dalam beribadah kepada-Nya. Yaitu beramal karena Allah tanpa berbuat riya’ dan juga tidak sum’ah.

Orang-orang bertanya: “Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?”.
Dia menjawab, “Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah.” Kemudian ia membaca ayat:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (Al-Kahfi :110)
Allah juga berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
“Artinya : Dan sipakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (An-Nisa’ :125)

Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sunnah beliau.
Allah juga berfirman.

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
” Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (Al-Furqan : 23)


Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau amal yang dimaksudkan untuk selain Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, “Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatau amal untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajat dan ketinggian karenanya.”

Ketiga, Sesuai dengan Ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dasar dari setiap amal adalah ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya sehingga tidak terbesit di dalam pikirannya hal-hal yang merusak amal tersebut, karena segala saesuatu hal yang kita kerjakan harus dilandasi perkara ikhlas ini. Namun, apakah hanya dengan ikhlas saja, amal kita sudah diterima oleh Allah?
Adapun pilar yang ketiga ini yaitu harus sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salla. Mayoritas di kalangan masyarakat kita, sanak saudara kita, bahkan orang tua kita melakukan amalan-amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan parahnya lagi bisa terjerumus dalam keyirikan. Adapun hadits yang termahsyur yang menjelaskan hal ini:
Dari Ummul Mu’minin, Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.”


Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil yang syar’i yaitu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunnah maka tertolaklah amalannya. Oleh karena itu amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam merupakan amalan yang sangat buruk dan merupakan salah satu dosa besar.
Wahai saudariku, agama Islam adalah agama yang berdasarkan ittiba’ (mengikuti berdasarkan dalil) bukan ibtida’ (mengada-ada suatu amal tanpa dalil) dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berusaha menjaganya dari sikap yang berlebih-lebihan dan mengada-ada. Dan Agama islam merupakan agama yang sempurna tidak ada kurangnya. Oleh karena itu, jangan ditambah-ditambahi ataupun dikurang-kurangi.

Itulah sekelumit tentang 3 syarat diterimanya suatu amalan. Apabila salah satunya tidak dilaksanakan, maka amalannya tertolak. Walaupun hati kita sudah ikhlas dalam mengerjakan suatu amalan, namun tidak ada dalil yang menjelaskan amalan tersebut atau tidak dicontohkan oleh Rasulullah maka amalannya menjadi tertolak. Begitupula sebaliknya, apabila kita sudah bersesuaian dengan tuntunan Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam , namun hati kita tidak ikhlas karena Allah ta’ala malah ditujukan kepada selain-Nya maka amalannya pun juga tertolak.
Wallahu a’lam
***

Muslimah.or.id
Penulis: Ummu Farroos Anita Rahma Wati
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits

Tidak ada komentar: