Foto dan naskah: Kristianto Purnomo
"Aceng pulang kampung!", teriak salah seorang warga Kampung Salam, Desa Saninten, Kaduhejo, Pandeglang yang berkumpul di jalan desa pagi itu. Sebagian besar warga sepertinya sudah tidak sabar menanti kedatangan Aceng. Maklum, hari itu adalah kali kedua setelah sekitar 11 bulan yang lalu mereka bertemu Aceng.
Bagi warga Saninten, Aceng adalah tamu istimewa. Saking istimewanya, warga mempersiapkan acara penyambutan saat mendengar kabar Aceng akan datang. Tak tanggung-tanggung, acara penyambutan Aceng layaknya menyambut kedatangan seorang bupati.
Sebuah tenda didirikan warga sehari sebelum kedatangan Aceng lengkap dengan kursi, sound sistem, makanan, bahkan mereka membuat kaos bergambar wajah Aceng. Perangkat desapun terlihat datang untuk menyambut kedatangan Aceng.
Aceng tak lain adalah seekor macan tutul (Panthera pardus) yang menjadi maskot Jawa Barat. Sebelas bulan yang lalu Aceng ditemukan warga terjerat jebakan babi di Gunung Karang, Pandeglang, Banten dengan kondisi terluka.
Akibat luka parah di perut Aceng, Animal Sanctuary Trust Indonesia (ASTI) bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I berinisiatif untuk merawat Aceng di Pusat Transit Satwa Gadog (PTSG), Megamendung, Bogor.
Kini kondisi kesehatan Aceng telah pulih. Ia siap untuk dilepasliarkan ke habitatnya. Uniknya, warga Saninten menyambut gembira kabar pelepasliaran Aceng di Gunung Karang.
Hal ini tak lepas dari kepercayaan bahwa macan di Gunung Karang memiliki kedekatan dengan warga. Dulu di kampung ini hidup seorang pemuka bernama Ki Buyut Balag Bager atau juga dikenal sebagai Syeikh Maulana Masyur yang sangat dihormati warga.
Suatu ketika datang seekor macan yang kehausan di rumah Syeikh Maulana Mansyur. Macan tersebut kemudian minum air di dalam gentong yang biasa digunakan wudhu oleh Syeikh Maulana Mansyur.
Tak disangka kepala macan tersebut terjebak hingga tak bisa keluar dari dalam gentong. Akhirnya Syeikh Maulana Mansyur mengetahui kejadian tersebut. Dari sinilah terjadi perjanjian antara macan dan Syeikh Maulana Mansyur.
Ia bersedia membantu macan tersebut untuk mengeluarkan kepalanya dengan satu syarat macan di Gunung Karang tidak akan menggangu anak cucu warga di sana. Hingga kini warga masih percaya bahwa macan di Gunung Karang tidak akan pernah mengganggu mereka.
Meski di Gunung Karang menjadi habitat macan tutul, namun warga mengaku tak ada seorang warga yang pernah diganggu macan saat berada di gunung. Kepercayaan ini pulalah yang menyelamatkan hidup Aceng, hingga akhirnya Aceng pulang kampung.
sumber
kompas.com
"Aceng pulang kampung!", teriak salah seorang warga Kampung Salam, Desa Saninten, Kaduhejo, Pandeglang yang berkumpul di jalan desa pagi itu. Sebagian besar warga sepertinya sudah tidak sabar menanti kedatangan Aceng. Maklum, hari itu adalah kali kedua setelah sekitar 11 bulan yang lalu mereka bertemu Aceng.
Bagi warga Saninten, Aceng adalah tamu istimewa. Saking istimewanya, warga mempersiapkan acara penyambutan saat mendengar kabar Aceng akan datang. Tak tanggung-tanggung, acara penyambutan Aceng layaknya menyambut kedatangan seorang bupati.
Sebuah tenda didirikan warga sehari sebelum kedatangan Aceng lengkap dengan kursi, sound sistem, makanan, bahkan mereka membuat kaos bergambar wajah Aceng. Perangkat desapun terlihat datang untuk menyambut kedatangan Aceng.
Aceng tak lain adalah seekor macan tutul (Panthera pardus) yang menjadi maskot Jawa Barat. Sebelas bulan yang lalu Aceng ditemukan warga terjerat jebakan babi di Gunung Karang, Pandeglang, Banten dengan kondisi terluka.
Akibat luka parah di perut Aceng, Animal Sanctuary Trust Indonesia (ASTI) bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat I berinisiatif untuk merawat Aceng di Pusat Transit Satwa Gadog (PTSG), Megamendung, Bogor.
Kini kondisi kesehatan Aceng telah pulih. Ia siap untuk dilepasliarkan ke habitatnya. Uniknya, warga Saninten menyambut gembira kabar pelepasliaran Aceng di Gunung Karang.
Hal ini tak lepas dari kepercayaan bahwa macan di Gunung Karang memiliki kedekatan dengan warga. Dulu di kampung ini hidup seorang pemuka bernama Ki Buyut Balag Bager atau juga dikenal sebagai Syeikh Maulana Masyur yang sangat dihormati warga.
Suatu ketika datang seekor macan yang kehausan di rumah Syeikh Maulana Mansyur. Macan tersebut kemudian minum air di dalam gentong yang biasa digunakan wudhu oleh Syeikh Maulana Mansyur.
Tak disangka kepala macan tersebut terjebak hingga tak bisa keluar dari dalam gentong. Akhirnya Syeikh Maulana Mansyur mengetahui kejadian tersebut. Dari sinilah terjadi perjanjian antara macan dan Syeikh Maulana Mansyur.
Ia bersedia membantu macan tersebut untuk mengeluarkan kepalanya dengan satu syarat macan di Gunung Karang tidak akan menggangu anak cucu warga di sana. Hingga kini warga masih percaya bahwa macan di Gunung Karang tidak akan pernah mengganggu mereka.
Meski di Gunung Karang menjadi habitat macan tutul, namun warga mengaku tak ada seorang warga yang pernah diganggu macan saat berada di gunung. Kepercayaan ini pulalah yang menyelamatkan hidup Aceng, hingga akhirnya Aceng pulang kampung.
sumber
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar