Kura-kura Boremys yang selamat dari tabrakan meteor yang melenyapkan dinosaurus sepertinya sama sekali tidak terpengaruh oleh bencana besar itu. Demikian menurut hasil studi yang dilaporkan dalam Society of Vertebrate Paleontology.
Menurut Walter Joyce dari University of Tubingen, kura-kura air mampu bertahan karena kemampuan alami untuk bertahan dalam kondisi berat.
"Ketika temperatur terlalu dingin, mereka melakukan hibernasi. Ketika terlalu panas atau kering, mereka akan menggali lubang dalam lumpur dan menunggu kekeringan lewat," jelas Joyce. "Rupanya kemampuan itu juga berguna ketika tabrakan meteor 65 juta tahun yang lalu," tambah Joyce.
Berdasarkan fosil yang ditemukan di Hell Creek dan Fort Union di barat daya Dakota Utara dan sebelah timur Montana, ilmuwan menerka Boremys hidup 80 hingga 42 juta tahun yang lalu. Spesies yang mereka temukan menyukai daerah rawa di sekitar sungai tropis.
Boremys memakan tanaman lunak, moluska kecil, serangga dan ikan. Boremys terkecil memiliki panjang 25 sentimeter, sedangkan yang terbesar bisa mencapai 80 sentimeter.
Boremys tidak memiliki hubungan dekat dengan kura-kura modern. "Tetapi, mereka punya kebiasaan yang sama dengan kura-kura modern," jelas peneliti.
Saat meteor menabrak Bumi 65 juta tahun yang lalu, sebagian besar spesies dinosaurus yang punah. Sebagian lagi mengalami kehilangan individu dalam jumlah yang sangat besar. Sementara beberapa jenis lain, seperti kura-kura Boremys, mampu selamat.
"Hewan-hewan besar mati dalam jumlah ribuan. Sementara itu amfibi, seperti kodok dan salamander, juga reptil, masih bisa bertahan karena mereka punya teknik yang membantu mereka hidup di kondisi sulit," kata Joyce.
Joyce juga menambahkan, hewan yang selamat masih harus menghadapi masalah. "Mereka tidak selalu mampu bertahan dari pemangsa," katanya.
Kura-kura modern saat ini pun menghadapi masalah itu. "Ironis, hewan yang sudah ada sejak 220 juta tahun yang lalu sekarang hampir punah karena aktivitas manusia. Mereka selamat dari asteroid, tapi tidak selamat dari spesies kita," kata James Parham, peneliti dari Field Museum of Natural History.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar